Senin, 19 Agustus 2013

September

Hay Bloggers...
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1434 H yah, mohon maaf lahir dan Bathin. Dan gak lpa juga ngucapin Dirgahayu Republik Indonesia yang ke 68 Tahun. Semoga Indonesia bisa lebih maju O:) amin.

02 Februari 2010...
Aku Ristita Aulia. Biasanya aku dipanggil Tita. Aku masih duduk di bangku sekolah menengah atas tapatnya kelas duabelas. Pagi ini aku berangkat diantar oleh Candra. Dia yang murnya 4 tahun diatasku baru saja menjadi pacarku semalam... hehehe. Setelah sarapan aku mendengar suara motor Candra didepan rumah baru saja tiba, aku langsung berpamitan dengan kedua orang tuaku.

Enam bulan kemudian...
Ini hari Sabtu sekolah ku libur. Aku asing mengotak-atik handphoneku, tiba-tiba ada bbm masuk, langsung ku buka pesannya "Aku jemput kamu jam satu" hanya itu. Aku tak membalasnya, kulihat jam di dindng kamar sudah menunjukan pukul 11.46. Langsung aku bergegas ke kamar mandi, mempercantik diri di depan cermin, memoles wajah serupawan mungkin dan memberikan wewangian segar keseluruh tubuhku. Mama memanggil dari lantai atas. "Tita, ada Candra nih...". "Iya ma, tunggu sebentar" Aku membalas. Candra dan keluargaku memang sudah semakin dekat, akusenang Candra dapat berbaur dengan semua keluargaku.

September
Aku menghampiri Candra. "Udah siap?" Sapa Candra lembut. Aku mengangguk. "Ma, aku pergi dulu yah.." Aku ijin pada mama. "Bu, Candra sama Tita pergi dulu yah..." susul Candra, sopan.

Aku tak tahu ingin dibawa pergi kemana siang ini. Motor Candra berhenti didepan gedung berwarna biru, gedung untuk menonton opera. Itu yang ku baca dari papan di depan gedungnya. Candra tak banyak bicara siang itu, dia merangkul tanganku memasuki gedung itu. "Tunggu sini yah aku beli dulu tiket masuknya" ucap Candra. Candra kembali dengan dua tiket ditangannya. Tak banyak waktu yg dibuang kita langsung masuk di studio. Sepertinya kita agak sedikit terlambat. Ditengah pertunjukan Candra mengecup keningku dan sedikit berbisik di etelingaku "selamat enam bulan sayang". Aku tersenyum dan memeluknya dari samping dan berkata "i love you". "I love you too" balas Candra.

Semenjak Februari lalu aku dan Candra bahagia. Kami saling menjaga dan saling menutupi kekurangan masing-masing. Candra telah memberikan banyak pelajaran padaku. Candra sosok yang baik, dewasa dan hangat. Mungkin ini bisa dibilang cinta pertamaku. Aku bahagia bersamanya.

16 Februari 2011 pukul 00:00
"Happy Birthday sayang..." Candra memberikan kejutan tengah malam dirumahku lengkap dengan 19 tangkai mawar merah yang disesuaikan dengan umur baru ku, dan cake coklat caramel non cream yang cantik dan lezat tentunya. "Makasih sayaaang..." Aku memeluknya. Candra mencium keningku. Aku merayakan hari ulang tahunku tengah malam itu bersama keluarga dan pacarku yang baik hati dan perhatian. Sepertinya keluarga ku dan Candra memang sudah sekongkol untuk merencanakan semua ini, terbukti kalau saat itu hanya aku yang terkejut.

Sore hari diulang tahun ku Candra datang kerumah, memberikanku boneka beruang besar berwarna pink dan sebuah novel teenlit tentang cinta. "Yaampun yang kamu tuh baik banget sih, kan semalem udah dikasih surprise akunyaaa..." ucapku sambil memeluk boneka pemberian Candra. "Kan kadonya belum yang..." sahutnya lembut penuh cinta.

Tahun lalu juga Candra seperti ini baiknya. Aku bahagia bersamanya. Kami selalu dapat membuat suasana menjadi nyaman ketika bersama. Aku senang jika Candra senang, dia jga selalu memperkenalkan ku pada semua teman-temannya, Candra ini suka sekali dengan sepak bola. Dan dia sangat menyukai club bola Arsenal. Aku berencana memberikan hadiah ulang tahun jersey Arsenal tahun ini untuknya.
***

Ting Tong...
Bel rumah berbunyi, kulihat mama sudah membukakan pintu. Sspertinya jasa pengiriman barang. Mama kembali kedalam sengan sebuah barang ditangannya. "Ta, ada kiriman nih buat kamu..." mama memberikan barang itu padaku. "Asik, ternyata lebih cepat dari yang ku bayangkan sebelumnya" Aku kegirangan. "Seneng banget nih kamu, emang apa sih isi barangnya, Ta?" Mama penasaran. "Ini loh mah aku pesen jersey Arsenal sama temenku untuk ultah Candra nanti. Aku juga udah buatin dia baner foto mah, aku sengaja kumpulin photo-photo orang yang gak kenal sama Candra untuk berfoto sambil pegang tulisan Happy Birthday ke Candra. Keren kan mah?" jelas ku panjang lebar. "Keren banget Ta... Memang Candra Ultah kapan?" tanya mama. "Akhir Oktober mah" asku sambil tersenyum. "Yaampun Titaaa... Oktober kan masih 3 bulan lagi sayang..." mama tertawa geli melihat tingkahku. "Ya kan kalo nanti Tita rencanain pas deket hari malah jadi ketahuan Candra mah, mama kan tau sendiri Candra sama aku bareng-bareng mulu... Biar gak dia gak curiga mah" Aku memeluk manja mama.

September 2011...
Semalam aku bertengkar dengan Candra, sepertinya dia marah sekali padaku. Paginya aku harus pergi keluar kota bersama keluargaku. Aku belum sempat menyelesaikan masalahku dengan Candra. Sekitar pukul 11.00 aku mendapatkan pesan singkat yang cukup ngembuat hati ini bergetar. Candra memutuskan hubungan kami dengan sepihak, aku tak dapat berkata apa-apa dengan semua ini. Aku hanya menahan tangisanku dalam hati, aku tak ingin membuat semua keluargaku khawatir dengan keadaanku saat ini. Setelah saat itu aku mencoba menerima semuanya. Aku mencoba membuat hatiku tenang dalam perubahan dalam hidupku. Setiap malam hanya sosok Candra yang mendatangiku lewat mimpi yang menyakitkan, mimpi yang mengulas lagi kejadian ketika dia meninggalkanku.

July 2013...
Aku tahu Candra tengah bahagia dengan kebahagiaan barunya. Dia telah bersanding dengan kekasihnya di pelaminan. Aku ingin berteriak, penyesalan selalu datang memperolok ku. Aku sudah sering kali mencoba untuk selalu membahagiakan diriku sendiri tapi mimpi itu selalu saja menghampiriku dengan semua tangisan disetiap malamnya. Aku terlalu dibuat sakit olehnya, sakit yang ku rasakan belum tentu ia rasakan selama hampir tiga tahun ini.

Siang ini aku menghabiskan waktuku di toko bku sambil mencari nvel-ovel yang bisa aku baca dan dapat membantuku untuk melupakan sosoknya sejenak. Mataku masih sibuk dengan deretan buku yang tak sedikit. Aku melihat judul buku yang menarik, judulnya "September". Aku segera menghampiri buku itu dan membayarnya agar dapat kubawa pulang. Ketika aku hampir meraih buku itu ada tangan lain yang turun merahnya. Yaps... kami memegang buku yang sama. "Sorry ini saya duluan yang liat" ujar sosok laki-laki yang memeliki tangan lain itu. "Darimana kamu tahu kalau hanya kamu yang melihatnya? Aku juga lihat kok" aku tak mau kalah. "Yaudah biar adil kita tanya aja penjaganya untuk stok buku ini untuk kita" dia membawaku pergi mendekati penjaga toko. Tangan kami masih sama-sama memegang buku yang sama.
"Maaf mba-mas buku ini hanya tinggal satu stoknya, akan restok pada bulan depan." jelas si penjaga.

Aku dan laki-laki itu saling bertatapan, tanda untuk memperjelas semuanya.
"Yaudah gini aja, bukunya kamu baca dulu sampai habis nanti kalau sudah habis kamu kasih tau aku yah..." ujar laki-laki itu. Aku terdiam sekejap melihat soso yang tadinya tak mau mengalah ini akhirnya mau memberikan buku itu padaku. "Hellooo...." laki-laki itu membuyarkan lamunanku. Aku tersadar. "Kamu dengerkan apa yang aku bilang tadi?" tanyanya lagi.
"Iya sorry... aku denger kok. Oke nanti kalo udah selesai aku kasih tahu kamu." aku singkat.
"Sip deh kalo gitu, ini nomor telponku. Nanti kalo udah selesai kamu telpon aja nanti aku ambil bukunya." Laki-laki itu memberikan kartu namanya.
"Oke, kamu yang bayar yah..." Aku meninggalkannya.
"Hey nama kamu siapa??" sedikit berteriak sambil memberikan uang pada kasir untuk membayar buku yang telah aku bawa.
"Tita... Terima kasih yah" Aku sedikit melambai padanya. Dia hanya tersenyum padaku. Tersenyum manis. Dan disanalah kisah baru ku dimulai...


SEPTEMBER : Future

"Udahlah Dit, lu gak usah terlalu fikirin kejadian di toko buku dulu. Yah anggep aja lu lagi sial bayarin novel tuh cewek." Angga sambil menepuk pundak seseorang disampingnya.
"Enggak Ngga, gue yakin itu cewek bakal contact gue buat kasih cerpen."
"Sekarang lu liat realita aja deh Dit, Udah hampir sebulan gini dia gak kasih kabar kan? Udahlah mending lu cari lagi aja tuh buku, udah restock juga kan di toko buku."
Beberapa lama suasana menjadi hening. Lelaki itu sibuk dengan segala fikiran yang mulai memenuhi otaknya. seperti banyak kalimat masuk dalam fikirannya. Apa semuanya benar seperti yang di bilang Angga sahabatnya. Entahlah.

Ku raih kartu nama yang hampir terlupakan itu di selipan novel yang ku dapat bulan lalu di toko buku. Ku liat dan ku ingat  kembali kejadian saat itu. Mungkin lelaki itu telah menunggu lama untuk novel yang saat ini ku pegang. Ku raih handphone ku, mulai ku ketik  beberapa kata untuk ku kirim padanya.

Terdengar nada dering dari handphone lelaki itu. Lelaki itu mengeluuarkan handphonenya dari saku. Pesan singkat rupanya.

Raditya Mahesa, besok jam 13.00 di cafe dekat toko buku -Tita-

"Wohhooow..." Lelaki itu sontak kegirangan.
"Wey... udah sarap lu yeh? sms dari siapa sih?" Angga, bingung.
"From my September" Singkatnya.
"Panjang umur juga tuh cewek. Tapi lu harus keliatan tegas Dit, kalo perlu lu marah-marahin aja dia gara-gara kelamaan ngehubungin lu" Angga panjang lebar. Adit seperti tak mendengarnya. Adit tak berkata apapun. "Wey  mau kemana lu, kok gue ditinggal" Angga, sedikit menyusulnya.
***

Keesokan Hari (Pukul 13.00)...
Tita sudah tiba setengah jam yang lalu dicafe itu. Memang sedikit lebih cepat. Agar Adit tak susah mencarinya dia sengaja duduk dikursi yang tempatnya strategis dekat pintu masuk cafe. Adit tiba tepat waktu dan langsung bisa mengenali Tita.
"Hay... Udah lama?" Adit menjulurkan tangannya.
Tita menyambut jabad tangan Adit. "Gak lama kok. Duduk..." Tita mempersilahkannya duduk. Sekian detik menjadi hening. Jelas diraut wajah mereka seperti sedang mencari awal perbincangan selanjutnya.
"Oh iya nih bukunya..." Tita mendorong sebuah buku sedikit tebal itu mendekati Adit. "Maaf kelamaan." Lanjutnya.
"Iya gapapa kok. Kamu udah mau kasih buku ini ke aku aja aku udah thanks banget"
Yaampun ternyata cowok ini beneran nunggu bukunya? kenapa gak beli lagi aja coba... Tita dalam hati. "Ini buku kan yang beli mas Raditya, mana mungkin gak saya kasih. Saya cuma numpang baca tapi mau balikin waktunya gak pas mulu. Maaf yah jadi lama..." Ujar Tita.
"Panggil Adit aja biar gak keliatan tua, aku udah sedikit tau jalan ceritanya novel ini kok dari internet.. hehe" Adit tersenyum.

Sekian lama berbincang dan sedikit membahas novel itu Tita dan Adit rupanya telah lupa waktu. Mereka langsung asik dengan hobby mereka yang senang membaca novel, berbincang dari masalah novel dan sedikit berbincang ke masalah pribadi.

"Udah sore banget nih, kayanya aku mesti balik sekarang deh..." Ujar Tita, sambil melihat jam di tangannya dan sedikit membereskan tasnya.
"Ohiya gak berasa yah udah lama banget kita ngobrol." Adit tersenyum.
"Mba, minta bill yah..." Tita berbicara pada seorang waiter cafe yang sedang merapikan meja sebelah. Waiters itu kembali dengan bill ditangannya dan menaruhnya di meja mereka. Tita seraya mengambilnya tapi Adit mendahuluinya.
"Udah aku aja..."
"Thanks ya udah di pinjemin buku, dan sekarang di teraktir pula..." Tita tersenyum.
"Pulang kemana Ta?" Tanya Adit.
"Ke arah Slipi"
"Bareng aja yuk, sekalian aku juga mau ketempat temen lewat sana." Jelas Adit.

Perbincangan mereka berlanjut didalam mobil Adit. Ini bukan pertemuan pertama dan terakhir mereka, setelah pertemuan ini mereka jadi sering bertemu, tidak hanya itu, hari-hari mereka juga sering berbincang via bbm, whatsapp, sms, telephone, dan media lainnya. Mereka jadi memasuki titik nyaman dari masing-masing lawan bicaranya. Kenyamanan yang sepertinya membawa getaran lain pada hati mereka, getaran yang mulai bergejolak. Mereka juga saling merasakan hal yang sama. Tak ada lagi kecanggungan yang menghalangi mereka, tak seperti baru kenal, dan tak seperti teman biasa.

Tita terlihat sedikit ragu dengan rasa yang tengah ia rasakan saat ini. Rasa yang harusnya tak secepat itu merasuki hati dan fikirannya. Adit yang lebih memperlihatkan perhatiannya itu membuat Tita berfikir apakah ini saatnya dia untuk tidak melihat kebelakang lagi. Tita sedikit bersyukur dengan kedatangan Adit yang dapat mengusir semua mimpi yang menggangu di setiap malam. Namun apakah ini memang terjadi dengan tulus atau hanya sesaat. Tita sudah sedikit banyak mengetahui sifat dan watak Adit, sebaliknya Adit terhadap Tita.Sepertinya Adit menyadari keraguan Tita terhadapnya setelah Tita memberitahu kisahnya.
***

Sebulan Kemudian...
Pagi ini Adit mengajak ku pergi entah kemana. Dia tak memberitahuku sebelumnya. Sepertinya keluar kota, karena Adit melaju mobilnya memasuki jalan tol. Aku tak bertanya kemana Adit akan membawaku. Aku hanya menurut apa katanya untuk duduk santai disampingnya tanpa harus pusing mencari tahu akan kemana mereka pergi. Perjalanan kita menempuh perjalanan yang berlika-liku. Sepertinya aku tidak hafal jika Adit menyuruhku untuk pulang sendiri nanti. Disepanjang jalan Adit tak banyak bicara, dia hanya menjawab jika aku bertanya sesuatu padanya. Entah apa yang membuatnya seperti ini.

Adit menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Aku fikir kita telah sampai, tapi ku lihat ke kanan dan ke kiri tak ada satu pun tempat wisata atau rumah yang bisa kita kunjungi. Dikanan-kiri ku hanya ada ladang padi yang mulai menguning, mungkin sebentar lagi akan di panen oleh pemiliknya. Adit sedikit menatapku dan langsung keluar mobil. Adit duduk di depan mobilnya. Aku menyusulnya keluar tapi tak menghampirinya, aku melangkahkan kakiku untuk melihat padi-padi yang sedang bergoyang dengan seirama dan menghirup udara yang sedaritadi menerpa wajahku. Indah sekali...

"Tita..."
Aku menoleh kearah suara itu berasal. Adit berdiri dihadapanku.
"Aku gak maksa kamu untuk lupain semua masa lalu kamu. Aku juga gak maksa kamu untuk bisa membuka hati mu untuk siapapun termasuk aku. Aku cuma mau kamu berfikir untuk sadar atas kehidupan dan kebahagiaanmu saat ini dan masa depan mu nanti." Adit sedikit menarik nafasnya. "Kamu liat di depan mu ada jalan yang sepanjang mata kamu melihatnya seperti garis lurus? Mungkin diujung jalan ada kebahagiaanmu di jalan yang lurus ini. Tapi kamu tidak bisa langsung menemukan jalan lurus ini dengan cepat, tapi kamu harus berusaha dulu melewati jalan berliku dan panjang seperti yang baru saja kita lewati tadi. Sama seperti hidup mu, kamu tak akan mendapatkan kebahagiaanmu jika kamu hanya diam tanpa berusaha melewati masa-masa yang berliku. Dan kamu harus ingat, disetiap jalan yang kamu lalui tak akan semulus jalur bola bolling, pasti ada sedikit lubang dan kerikingnya. Itu adalah tantanga untuk mu melaju di jalan yang berlubang berlubang dan berkerikil itu."
Aku terpaku dengan semua yang dikatan Adit. "Maksudmu aku...?" Aku dengan kekauanku.
"Kamu mengerti apa yang sudah aku katakan tadi" Adit membelai lembut rambut ku dan sedikit mengusap pipiku dengan tangannya. Aku masih dengan kesunyianku.

Adit tak berkata apapun, dia masih tetap berdiri disisiku. Aku menatap jauh kedepan, tapi tak ada yang ku lihat, tatapanku kosong, fikiranku masih penuh dengan semua kalimat yang diucapkan Adit. Masih dengan kesunyianku, aku berfikir dan mengolah setiap kalimat yang kudengar tadi. Aku mulai menutup mataku dan membiarkan angin menerpa wajar dan rambut depanku. tanpa sadar aku meneteskan air mata. Adit menyadarinya tapi ia tak berkata apapun, Adit hanya menoleh sebentar dan kembali pada posisinya. Isak tangisku mulai pecah, tak terlihat sedikitpun kepanikan pada wajah lelaki di sampingku. Dia seperti membiarkan ku untuk tetap berfikir dan mencerna semuanya sendiri, dia seperti tahu apa yang sedang aku rasakan saat ini.

Adit memelukku...
Ku rasakan dekapan hangat itu dengan perlahan, dekapan yang sepertinya telah ku nantikan. Aku merasakan jelas ketulusan Adit padaku, tapi aku cukup takut untuk kehilangan rasa ini, rasa yang dulu pernah membunuh perasaanku. Aku takut semuanya akan terjadi lagi pada ku nanti. Tapi dekapan ini tak seperti sebelumnya, aku merasakan perbedaan yang cukup jelas. Adit tak lagi memeluk ku tapi juga tak melepaskan ku. Dia tetap menggenggam kedua tanganku.

"Aku mencintaimu dengan apa adanya kamu. Aku tak peduli kamu memiliki rasa yang sama atau tidak padaku saat ini. Aku hanya ingin kamu mengetahuinya. Aku tak akan memaksa kamu untuk mau menjadi kekasihku. Aku hanya ingin kau besedia menyimpan ini untuk ku. Jika kau sudah siap nanti, perkenankanlah cincin ini melingkar di jari manismu." Ucap Adit.
Aku hanya mengangguk perlahan sambil menatap matanya yang juga menatapku. Tak ada sepatah pun kata yang terucap dari bibirku saat itu. Aku terlalu lemah untuk mengucapkan kata yang aku sendiri saja tak tahu harus berkata apa padanya. Air mataku kembali menetes, tapi sekarang Adit menghapusnya, seolah dia tak membiarkan ku menangis lagi.

"Berjanjilah... Kau tak akan membiarkan air mata ini kembali tumpah membasahi pipi merah muda mu. Dan aku akan selalu berusaha untuk tak membiarkan itu terjadi lagi. Jangan mempercayaiku tapi lihatlah aku dengan segala yang aku lakukan untuk mu Ristita Aulia." Adit kembali memelukku.

***

Cerita ini hanyalah fiksi belaka, apabila ada kesamaan pada nama, karakter, dan segala sesuatunya itu hanya kebetulan dan kiranya bisa kalian maafkan. Untuk kritik dan saran tentu saja bisa kalian sampaikan dengan mengirimkan email ke cinintyaamalia@yahoo.com atau mention ke aku resmi saya di @cininlia atau akun resmi blog saya di @celoteeeh. Saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk kalian yang berkenan membaca tulisan saya ini. Salam celoteh ^^